Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Sabtu, 05 Desember 2009

ARTI SEBUAH PERLAWANAN

Oleh: Syafiq El_Mijeni

Perlawanan tidaklah harus berarti pemberontakan dan penghianatan. Kadang perlawanan dibutuhkan walau harus mengangkat senjata. bukanlah kehancuran yang diharapkan, tetapi sebuah perubahan. Kadang di dalam sebuah perlawanan ada kehormatan. walau harus di bayar dengan kematian. Untuk apa kita hidup dalam sebuah penindasan? Apakah layak kita hidup dan mati dalam penindasan? tidak, tapi kita berhak untuk mempunyai sebuah harapan. Kemerdeekaan kita dapatkan bukanlah untuk membiarkan orang sebangsa menjajah bangsanya sendiri. Hidup kita yang sudah terlena dengan semua yang serba barat dan serba modern telah menghilangkan jati diri kita. jiwa kita sebagai bangsa yang besar hilang sudah. kita sudah tidak tahu siapa diri kita. ketidak tahuan akan diri kita telah menciptakan penjajahan luar bisa kepada diri kita sendiri dan bangsanya sendiri. kemiskinan, penindasan, ketidakadlian, kebodohan semua dianggap biasa. seolah sudah tidak ada hubungan saudara di antara kita sebagai bangsa Indonesia. Bangsa kita tinggal menunggu kehancuran jika kita tidak melakukan perubahan.

Jumat, 04 Desember 2009

KETIKA RASA KEADILAN ITU HIILANG

Oleh: Syafiq El_Mijeni

Akhir-akhir ini kita telah disuguhi pemberitaan yang membuat kita tercengang, atau lebih tepatnya membuat kita prihati. pemberitaan di mana di situ dipertontonkan bagaimana hukum di Indonesia dapat diatur sesuai keinginan oleh orang yang mempunyai kekuatan. Bagaimana hukum di Indonesia ditelanjangi dan diperkosa oleh para mafia hukum.
Kita bisa melihat bobroknya penegakan hukum dengan melihat realitas yang terjadi di Indonesia sekarang ini. Sebagai contoh adalah kasus yang terjadi Ibu minah yang hanya mengambil tiga buah kopi coklat harus duduk di kursi pesakitan dengan tuduhan pencurian. Atau kasus empat orang pemungut kapuk yang harus mendekam di penjara dan menghadapi tuduhan pencurian. Mereka adalah contoh orang-orang yang hanya berusaha mempertahankan hidup mereka tanpa bertujuan untuk mencuri.
Dan coba kita lihat apa yang terjadi pada mereka orang-orang yang punya kekuatan dan kekuasaan bebas melenggang hingga sekarang. Masih banyak para koruptor yang masih melenggang bebas, atau anggodo yang merencanakan kriminalisasi terhadap pimpinan KPK masih bebas hingga sekarang. dan kasus terbaru adalah tentang kasus jaksa pengedar ratusan butir narkoba hanya divonis satu tahun penjara, tetapi seorang supir yang hanya membawa satu butir narkoba divonis empat tahun penjara. Kasus ini belum termasuk fakta bagaimana perlakuan penegak hukum terhadap pencuri ayam dan perlakuannya terhadap pencuri uang rakyat yang sangat jauh dari nilai-nilai keadilan.
Inilah gambaran tentang hilangnya rasa keadilan di Indonesia. Rakyat kecil sudah tidak bisa lagi menikmati keadilan di negeri ini. Keadilan hanya untuk orang-orang yang punya kekuasaan atau punya banyak uang. Harus ada reformasi total pada lembaga hukum kita, atau kalo perlu revolusi. Keadilan harus bisa dirasakan oleh semua kalangan, tidak untuk kalangan tertentu saja yang punya kekuasaan.

Kamis, 19 November 2009

PERSATUAN MODAL AWAL DALAM PERGERAKAN

Oleh: Syafiq El_Mijeni

Pergerakan mahasiswa dalam perjalanannya tidaklah semulus dan semudah yang dibayangkan. Akan banyak ujian yang akan dilalui dalam perjuangannya. ujian itu bisa datang dari dalam maupun dari luar. Dari sekian banyak masalah yang dihadapi peregerakan mahasiswa, hal yang paling mengkhawatirkan adalah perpecahan. Karena akan sangat sulit bagi mahasiswa untuk melakukan dinamika organisasi tanpa adanya persatuan. Kita tidak akan bisa saling berdiskusi dan bertukar informasi jika yang ada di dalam hati kita hanya ada rasa benci dam ingin saling menjatuhkan.

Persatuan di sini bukanlah berarti kita harus selalu satu pikiran dan satu pendapat. Karena dalam pergerakan banyak kepala yang berbeda-beda yang berfikir. Kadang dalam masalah-masalah tertentu kita bisa saja berbeda pemikiran, karena dengan perbedaan inilah terjadi proses pembelajaran dalam organisasi. Tentunya perbedaan yang ada bukanlah perbedaan yang terkait dengan masalah ideologi, visi dan misi gerakan. Karena ideologi, visi dan misi gerakan adalah ibarat ruh dalam pergerakan itu. Pergerakan itu bisa hidup dan berjalan karena berkumpul orang-orang yang punya ideology yang sama, punya visi dan misi yang sama.

Dalam perjalanannya, pergerakan mahasiswa akan mengalami resistensi antar anggota satu sama lain atau bahkan dengan organ ekstra lainnya. Resistensi itu mungkin saja terjadi karena banyaknya pemikiran yang ada dalam satu pergerakan. Masing-masing orang ingin agar pendapatnya didengar dan diikuti oleh yang lainnya. Tetapi inilah pendidikan yang sangat baik bagi mahasiswa jika saja mereka dapat menghadapinya dengan pikiran yang dewasa. Reistensi yang terjadi adalah bagian dari pendidikan pendewasaan para kader untuk menghadapi permasalahan di dunia nyata. Karena pergerakan merupakan miniatur kehidupan sosial yang tidak bisa dipisahkan dari permasalahan.

Tetapi yang harus diingat adalah bahwa resistensi yang terjadi adalah hanya merupakan bagian dari pembelajaran, bukan perpecahan yang justru akan menghancurkan organisasi sendiri. Perbedaan pendapat jangan sampai menjadi alas an untuk melegalkan perseteruan dan perpecahan yang kemudian memunculkan gerakan baru dalam pergerakan itu sendiri. Tetapi juga, tidak boleh ada yang memaksakan kehendak dari pemikiran seseorang, menganggap lebih senior, lebih berpengalaman, lebih pintar, merupakan orang tua dari yang lainnya karena itu akan mengakibatkan kecenderungan dari sebagian kader yang merasa diremehkan untuk menjauhi diri yang lain dan membentuk gerakan sendiri.

Harus ada persatuan dalam pergerakan sebagai modal awal dalam pembelajaran dan perjuangan para kadernya. Persatuan yang dijiwai oleh rasa ukhuwah, saling percaya, saling menghargai dan saling menghormati. Bagaimana kita akan belajar menjadi dewasa jika tidak ada keinginan untuk bersatu dan saling mengerti antara satu sama lain? Bagaimana kita akan berjuang merubah kondisi bangsa jika organisasi yang menjadi wadah perjuangannya mengalami perpecahan di dalam dirinya sendiri? Apakah para mahasiswa akan bisa merubah bangsa yang besar ini jika mereka sendiri tidak bisa menjaga persatuan antar kader?

Pergerakan mahasiswa ada bukan karena persamaan nasib yang terjadi di antara mahasiswa, bukan juga perkumpulan para mahasiswa yang terikat oleh persamaan latar belakang keagamaan atau kesukuan saja dan bukan juga sekedar mahasiswa yang bergabung dan bersatu menjadi satu kesatuan yang lebih mengutamakan kesatuan suara dan menghindari perbedaan pendapat. Tetapi, pergerakan merupakan wadah pembelajaran sekaligus perjuangan mahasiswa.

Merupakan wadah pembelajaran karena di sinilah para mahasiswa akan belajar untuk bersikap dewasa dalam menghadapi berbagai masalah, belajar untuk menjadi orang yang berguna bagi keluarga, bangsa dan agama, belajar menjadi orang yang kritis yang berani mengkritisi. Merupakan wadah perjuangan karena di sinilah berkumpul para mahasiswa yang ingin berjuang memperbaiki kondisi bangsa sesuai kapasitasnya sebagai mahasiswa.

Senin, 20 Juli 2009

PEMILWA STAIN Purwokerto 2009: AJANG PEMBUKTIAN KEDEWASAAN MAHASISWA

Oleh: Syafiq el_Mijeni
(syafiqelmijeni.blogspot.com)

Pemilwa semakin dekat, suhu politik antar elemen mahasiswa mulai menghangat, partai-artai politik mulai menyiapkan para calonnya untuk dilandingkan menjadi ketua BEM-P, BEM-J, DEMA dan SEMA. Pemilwa yang kemungkinan akan dilaksanakan pada bulan juli ini akan diramaikan oleh beberapa partai yang berasal dari organisasi kemahasiswaan yang berbeda-beda yang tentunya membawa berbagai kepentingan yang berbeda-beda. Pemilwa ini tidak hanya sekedar media pembelajaran politik mahasiswa dalam berpolitik, tetapi merupakan ajang pembuktian eksistensi mereka di dataran kampus. Sebuah pembuktian seberapa besar ideologi dan wacana mereka dapat diterima para mahasiswa, khususnya mereka yang belum berorganisasi.

Seperti halnya politik yang terjadi pada Pemilu Legislatif maupun Pemilu Presiden, kondisi Pemilwa yang merupakan miniaturnya tidaklah jauh berbeda. Di sana akan banyak terjadi kompetisi yang cukup panas dan tidak menutup kemungkinan akan menjadi kompetisi yang tidak sehat. Oleh karena itu, mahasiswa harus bersikap dewasa. Jangan sampai Pemilwa yang seharusnya menjadi pembelajaran demokrasi untuk para mahasiswa justru menjadi boomerang yang akan memecah persatuan dan persaudaraan mahasiswa. Jangan sampai Pemilwa yang dijadikan sebuah alat untuk mencari Pemimpin di tingkat intra kampus menjadi sebuah alat untuk mencari kekuasaan hanya karena egoisme pribadi dan golongan yang akhirnya akan merugikan bagi seluruh mahasiswa STAIN Purwokerto.

Sedikitnya partisispasi pada Pemilwa tahun lalu haruslah menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Jangan sampai kita hanya terfokus untuk dapat memenangkan partai masing-masing atau calon yang kita usung. Karena, tingkat partisipasi mahasiswa dalam Pemilwa adalah suatu hal yang vital. Apalah artinya Pemilwa yang hanya diikuti oleh segelintir mahasiswa yang merupakan aktifis organisasi sehingga seolah-olah Pemilwa adalah ajang politik para aktifis saja. Apalah arti Pemilwa jika sampai yang terpilih adalah orang-orang yang tidak punya kempetensi dan loyalitas terhadap almamater, agama dan bangsa.

Kita harus mengawal Pemilwa ini bersama-sama, jangan sampai terjadi kecurangan yang akan membawa kepada perpecahan. Jangan sampai terjadi kampanye hitang dengan cara saling menjatuhkan satu sama lain. Jangan sampai Pemilwa ini hanya sebuah alat untuk mencari kekuasaan, tetapi menjadi sebuah alat pembelajaran. Siapapun yang terpilih nanti wajib kita dukung. Dukungan itu tidak harus berupa masuk dalam struktur kepengurusan, tetapi pengawalan dan partisipasi terhadap kegiatan yang diadakan merupakan salah satu cara yang bisa kita lakukan. Dukungan itu wajib bagi kita agar semua kegiatan tetap ditujukan untuk kepentingan para mahasiswa. Saatnya kita buktikan kedewasaan kita pada Pemilwa tahun ini.

TRAGEDI LEMBAH KEMATIAN

Oleh: Syafiq El Mijeni

Di malam hari yang sunyi, Ketika Akram sedang tertidur pulas di rumahnya terdengar suara orang berteriak “Masjid dibakar”. Akram terjaga dari tidurnya, dia berlari dengan cepat menghampiri sumber suara tadi. Ketika sampai, sudah banyak laki-laki dengan menenteng senjata berkerumun. “Ada apa?” Tanya Akram kepada temanya Umar yang juga merupakan Panglima Perang di desa itu. “Masjid di desa putih di bakar orang-orang utara (orang-orang salib)”, jawab Umar. Kemudian Umar bertanya kepada si pembawa berita “kapan kejadiannya, apa ada korban?”, si pembawa berita menangis dan dengan lirih menjawab “waktu syalat isya, sekitar dua puluh jama’ah syahid”. Umar berjalan ke depan kerumunan dengan muka memerah dan berseru “Dua puluh saudara kita telah dibantai tanpa sebab ketika sedang beribadah, benar-benar telah melampaui batas apa yang dilakukan orang-orang salib itu. Saatnya kita mengangkat senjata, allah telah memanggil kita, kumpulkan perbekalan, pagi-pagi sekali kita berangkat. Allahu Akbar… Allahu Akbar… Allahu Akbar…”

Suara takbir bergema seketika, tanpa komando mereka membubarkan diri dan kembali ke rumah masing-masing untuk menyiapkan diri. Pagi-pagi buta, selesai shalat subuh, orang-orang sudah berkumpul di depan masjid. Sekitar tiga ratus laki-laki dengan ikat kepala putih melilit di kepala telah berkumpul dengan muka memerah penuh emosi, tatapan mereka seperti tatapan singa yang ingin mencabik-cabik mangsanya. Akram hanya memandangi mereka dan dalam hatinya bertanya “Apakah ini benar-benar perang suci atau hanya rekayasa untuk memecah belah kita”. Umar menepuk pundak Akram dari belakang dan bertanya kepadanya “Engkau tidak ikut?”. “Apakah ini benar-benar perang suci? Apakah kita akan saling membunuh? Bukankah kita semua bersaudara?” Akram balik bertanya. Kemudia Umar menunjuk ke dada Akram dan berkata “Jawaban itu ada di dalam hatimu”.

Umar dan pasukanya pergi meninggalkan desa untuk bergabung dengan pasukan lain di desa putih. Dari atas kuda Umar berkata kepada Akram “Dulu kamu adalah panglima perang yang hebat… Jika berubah pikiran aku dan pasukanku menunggu kamu di desa putih”. “Semoga Allah Bersamamu”, jawab Arkam sambil tersenyum. Arkam duduk di serambi masjid hingga siang hari, kemudian dia pulang ke rumahnya, ketika dia baru saja masuk ke rumah dan duduk di kursi rumahnya tiba-tiba Ibu Arkam berkata kepadanya dengan lirih tapi sangat dalam hingga hati Arkam pun bergetar, “Sungguh alangkah bahagianya ibu jika ayahmu masih hidup dan menggantikanmu pergi berjihad”. Sontak Arkam berdiri dan berjalan menuju ibunya kemudian dia mencium kaku ibunya, “Semoga Allah menjaga Ibu”, kemudian Arkam mengambil pedang ayahnya yang tergantung ditembok kamarnya dan mempersiapkan bekal untuk segera pergi. Dia memacu kudanya dengan kencang agar dapat bergabung dengan kawan-kawanya yang telah berangkat lebih dulu.

Senja kuning kemerah-merahan memancarkan sinar kemuraman ketika Akram keluar dari batas desa. Akram menghentikan langkah kudanya. Bertanya dalam hati, “pesan apa yang hendak disampaikan langit kepadaku” Akram tertegun penuh tanya, kemudian dia memalingkan wajah ke sisi kanannya, “Subhanallah” kata pertama yang terlontar dari mulutnya ketika melihat hamparan padi hijau tertiup angin seakan-akan sang padi tengah melambai-lambaikan tangannya. Bertanya dalam hati “Apakah aku akan benar-benar akan meninggalkan desaku?”, kemudian Akram turun dari kudaku dan duduk di atas batu besar di pinggir sawah. Hatinya semakin ragu untuk pergi, “aku takut” katanya dalam hati, Akram duduk termenung cukup lama sampai gelapnya malam yang menutup keindahan padi nan hlijau menyadarkannya.

Akram segera mengambil air whudu di sungai kecil yang memisahkan sawah dan jalan. Kemudian dia shalat di atas batu besar yang didudukinya tadi. Kemudian Akram berdzikir hingga wakti Isya tiba dan kemudian ia melaksanakan shalat Isya dan berdzikir kembali, selesai berdzikir dengan mantap dia bergegas menuju kudanya, dia mengambil pedang yang diletakkannya di atas pelana kuda, diacungkan pedangnya ke arah langit seraya berteriak “Ya Allah… Jika ini panggilan-Mu, maka akan kutebas dengan pedangku apapun yang menghalangiku”. Kemudian Akram kembali ke atas batu besar dan duduk di sana sepanjang malam menunggu pagi dengan pedang tetap tergenggam kuat di tangan kanannya. “Laa Ilaaha Illallahu Muhammadur Rasulullah”, hanya itu kata-kata yang keluar dari mulutnya. Ketika subuh tiba segera dia mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat dan berdzikir kembali. Setelah selesai, bergegas dia naik ke atas pelana kudanya dan memacu kudanya dengan cepat.

Di tengah perjalanan, Arkam melihat seorang pasukan dari desa salib yang terkapar di pinggir sungai dengan baju yang berlumuran darah menatap Arkam dengan tatapan yang tajam penuh kebencian. Arkam pun turun dan berniat untuk membunuhnya, dia menghunuskan pedangnya, tetapi ketika dia akan menebaskan pedangnya, si pemuda itu berkata “Kenapa kalian menyerang desa kami? Apa salah kami?”. Seketika Arkam tersentak kaget bukan main. Dia pun menjawab “Bukankah kalian yang menghancurkan masjid kami?”. “Bagaimana mungkin kami menyerang kalian sedangkan tadi malam adalah malam natal dan kami semua berkumpul dengan keluarga kami”. Arkam kemudian membantu pemuda itu duduk dan mengobati luka pemuda itu. “siapa namamu?”, Tanya Arkam, “Samuel”, jawab si pemuda. Arkam menepuk pundak pemuda itu dan berkata “Kamu terlalu muda untuk bertempur”, “bagaimana saya tinggal diam ketika melihat gereja kami dibakar ketika malam natal kami?” sahut Samuel.

Mereka berdua duduk di pinggir sungai dan saling mengintrogasi satu sama lain. Mereka duduk di sana cukup lama, Arkam sangat terkejut setelah mendengar cerita dari Samuel, begitupun Samuel. “Sebenarnya siapa yang menyerang masjid dan gereja?” Tanya Samuel, “pasti ada yang sengaja untuk mengadu domba kita” jawab Arkam. Arkam kemudian bertanya kepada Samuel “Kenapa kamu bisa sampai di sini?”. Samuel menjawa “Di hulu sungai ini sekitar lima ratus pasukan pengintai pimpinan Jendral Gabriel yang bodoh menyergap sekitar tiga ratus pasukan Muslim dan aku terkena sabetan pedang sehingga tercebur ke sungai”. “apakah mereka menggunakan ikat putih di kepala mereka”, Tanya Arkam, “Ya, yang kulihat semuanya tewas, bahkan mungkin pasukan pengintai jendral Gabriel pun tak lebih dari seratus orang yang selamat, itu karena kebodohan mereka sendiri” jawab Samuel. “Kenapa” Tanya Arkam, “Bagaimana mungkin menyergap pasukan berkuda dengan tiba-tiba hanya bermodalkan pedang dan sedikit busur? Walaupun kita menang tetapi jumlah korban kita justru lebih banyak dari mereka” jawab Samuel.

Arkam pun tersenyum dan berkata, “kita telah diadu domba, segeralah pulang dan sampaikan apa yang telah kita bincangkan ini kepada pemimpinmu. Saya akan berusaha untuk menghentikan perang ini semampuku. Ratusan ribu pasukan selatan pimpinan Jendral Ali sudah bergerak menuju utara, jika perang benar-benar pecah maka tragedi kemanusiaan akan terjadi di bumi kita ini.” Pemuda itu bergegas kembali ke pasukannya dan Arkam pun segera memacu kudanya menuju pasukan selatan yang jaraknya tak kurang dari datu hari dari pasukan utara. Ketika sampai lembah kematian, Arkam berhenti memacu kudanya, dia terdiam melihat pemandangan yang begitu mengerikan. Ratusan ribu mayat telah mengubah warna yang hijau itu menjadi merah darah. Darah mengalir ke sungai sehingga mengubah warna sungai itu menjadi merah darah. Arkam memandangi langit dan berkata “Inikah yang ingin engkau sampaikan kepadaku?”. Arkam kemudian berlari menuju perkemahan jendral Ali dan menceritakan apa yang telah dia dengar kepadanya. Ketika Arkam baru saja selesai bercerita seorang prajurit dan dengan nafas terengah-engah, “ada apa?” Tanya jendral Ali, “Orang-orang barat menjarah desa-desa kita dan juga desa–desa orang timur”. Dengan nada lirih jendral Ali berkata “Kita benar-benar telah permainkan oleh orang-orang barat”. Tak lama berselang, jendral Samuel dating ke tenda jendral Ali dengan mata yang berkaca-kaca menahan tangis. “Apa yang harus kita lakukan sekarang? Bahkan pasukan kita pun jika digabung tak akan mampu untuk menghadapi pasukan barat” keluh jendral Samuel. Dengan tersenyum jendral Ali berkata “Kita telah dihancurkan oleh nafsu kita satu kali, jangan sampai itu terulang lagi, kita masih punya Tuhan, tidak usah kita mencari mereka, karena saya yakin mereka yang akan mencari kita untuk membinasakan sisa-sisa kekuatan kita, yang harus kita lakukan adalah bersatu”.

Ternyata apa yang telah perkirakan jendral Ali terbukti, ratusan ribu pasukan barat datang bergelombang seperti ombak yang akan menghancurkan apa yang dilewatinya. Jendral Ali dan jendral Gabriel membuat sebuah persekutuan untuk menghadapi pasukan barat bersama-sama. Dengan keyakinan terhadap pertolongan dari Tuhan dan kemampuan setrategi Arkam, pasukan sekutu ini benar-benar telah siap menghadapi pasukan yang jumlahnya sepuluh kali lebih besar dari mereka. Perang pun pecah, pasukan barat yang telah terlena dengan kekuatan mereka menyerang dengan cepat, tetapi pasukan jendral Ali dan jendral Gabriel dapat bertahan dengan setrategi yang dibuat oleh Arkam. Mayat-mayat pasukan barat terus bergelimpangan. Akhirnya pasukan barat mundur dengan meninggalkan mayat-mayat saudara-saudara mereka yang jumlahnya lebih dari sepertiga jumlah mereka.

Kemenangan pun diraih, para prajurit utara dan selatan bersorak penuh kegembiraan. Di tengah keramaian kegembiraan itu, Arkam naik ke atas kudanya dan berkata “Saudaraku, ingatlah bahwa sekuat apapun kita, jika nafsu yang menguasai kita maka kebinasaanlah yang akan kita dapatkan, lembah kematian ini telah menjadi saksi bahwa nafsu kita telah dihancurkan oleh hawa nafsu kita sendiri”. Arkam pun kemudian pulang ke desanya. Di desa dia berkata dengan air mata yang menetes membasahi mukanya kepada penduduk desa “kita telah dihancurkan oleh nafsu kita, jangan biarkan mereka menghancurkan kita lagi, sudah cukup darah laki-laki terbaik desa ini tumpah. Hiduplah dengan damai bersama saudara-saudaramu. Janganlah kita termakan fitnah yang justru akan menghancurkan kita”.

Sabtu, 27 Juni 2009

Jejak Pejuangan KH Nachrowi (Pamijen-Sokaraja)


Oleh: Syafiq El_Mijeni


Beliau dilahirkan di desa Dawuhan Kulon kec. Kedungbanteng Banyumas. Beliu menimba ilmu di Kedung Paruk, Mersi kepada Syeik Abdul Jamil. kehidupannya penuh dengan kesederhanaan dan perjuangan. hidupnya sebagian besar diberikan untuk dakwah Islam. Setelah menikah dengan Nyai Parsinah beliau tinggal di desa Pamijen kec. Sokaraja yang dulu merupakan desa abangan di mana nilai-nilai Islam sangatlah sedikit menyinari kehidupan para warganya. KH. Nachrowi dalam perjuangan di Pamijen bukanlah hal yang mudah, tetapi penuh dengan suka dan duka. Banyak tantangan dari masyarakat sekitar.
walaupun beliau hanya bekerja sebagai seorang penjual burung yang tidak pasti penghasilannya, beliau tidak pernah lupa untuk berjuang untuk Islam. bahkan perut rela diikat untuk dakwah Islam dan untuk kehidupan keluargannya. Beliaulah sang Ulama yang telah memberikan pondasi keagamaan khususnya untuk warga Pamijen.
Beliau wafat pada hari senin manis 30 oktober 1987. Beliau mempunyai sebelas putra dan putri, beberapa di antaranya telah menjadi penerus perjuangan beliau khususnya di desa pamijen seperti KH. Faedurrahman dan Kyai Abdussalam. inilah sekilas tentang kehidupan Ulama dari Sokaraja, Si Mbah KH. Ncahrowi..

MAHASISWA PERGERAKAN

Oleh: Syafiq El_Mijeni

Kebanggaan, mungkin adalah perasaan yang pertama kali kita rasakan ketika menjadi seorang mahasiswa. Rasa bangga karena telah berhasil melalui masa sekolah dan masuk ke perguruan tinggi di mana tidak semua orang bisa merasakannya. Rasa bangga karena menjadi mahasiswa berarti telah mendapat tempat yang istimewa di tengah masyarakat. Rasa bangga karena eksistensi kita mulai diakui di lingkungan keluarga maupun masyarakat.
Tetapi, di saat kebanggaan dan kehormatan yang diberikan oleh masyarakat kepada kita sebagai mahasiswa ternyata tanggung jawab sosial yang sangat besar telah dipikulkan kepada kita. Tanggung jawab untuk memperbaiki kondisi bangsa dari keterpurukannya karena ulah para manusia-manusia serakah yang memanfaatkan kekuasaanya untuk memperkaya diri sendiri. Tanggung jawab untuk memberikan harapan baru kepada rakyat yang telah putus asa dipermainkan para politikus-politikus busuk dengan janji-janji kosongnya.
Sungguh tidak pantas seseorang menyebut dirinya sebagai mahasiswa jika ia sendiri menutup mata dengan apa yang sedang terjadi pada bangsa ini. Pendidikan yang tidak berpihak kepada orang-orang miskin, di mana hanya orang-orang yang kaya dan yang cerdas yang berhak mendapat pendidikan yang layak. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang hanya memihak kepada orang-orang yang berduit. Tak ada lagi jaminan kesejahteraan hidup bagi rakyat miskin. Rakyat miskin selalu dibuai dengan janji-janji kosong yang tak pernah dilaksanakan.
Mahasiswa yang cerdas yang mempunyai IPK yang tinggi tetapi tidak mempunyai kepekaan sosial dan akhlak yang baik tak lebih hanya akan menjadi generasi penerus para tikus-tikus berdasi yang selama ini telah menghabiskan harta rakyat dan mengeksploitasi kekayaan bangsa ini. Dan bagi mahasiswa yang bodoh yang tidak mempunyai kepekaan sosial dan akhlak yang baik tak lebih hanya akan menjadi sampah masyarakat yang akan setia membantu para tikus berdasi untuk memperkaya dirinya. Mahasiswa harus mempunyai jiwa sosial yang tinggi. tidak rela melihat kedzaliman dan ketidakadilan. Jiwa sosial yang tinggi juga harus diikuti dengan jiwa pergerakan. Selalu bergerak maju menuju perubahan yang lebih baik. Bergerak maju melawan kebodohan, kemiskinan dan ketidakadilan.
Sekarang ini sungguh ironis apa yang sedang terjadi pada para mahasiswa sebagai tumpuan harapan masa depan bangsa yang besar ini. Banyak dari sahabat-sahabat kita para mahasiswa sudah tidak lagi memikirkan kepentingan rakyat. Jangankan kepentingan rakyat, kuliah pun hanya sekedar mengisis absen. Mereka lebih senang untuk menghabiskan waktunya dengan hal-hal yang tidak bermanfaat bahkan jauh dari nilai-nilai agama dan social. Mereka lebih suga menghabiskan waktu mereka bersama teman dekatnya, berkumpul membicarakan hal-hal yang tidak perlu, melek semalaman di tempat PS atau di Warnet hanya untuk membuka-buka hal-hal yang tidak bermanfaat atau bahkan hal yang berbau pornografi.
Jika keadaannya seperti ini, apakah bangsa kita masih mempunyai harapan untuk bangkit dari keterpurukan? Bangkit dari keterpurukan di mana generasi mudanya sudah tidak lagi sadar bahwa bangsa mereka sedang terpuruk. Sadar bahwa merekalah yang akan menggantikan perjuangan orang-orang tua mereka untuk mengembalikan kejayaan bangsa ini. Bangsa keturunan Majapahit yang kuat. Bangsa yang gemah limpah loh jinawi. Bangsa yang relligius, mrah senyum dan berbudaya. Mahasiswa adalah intelektual muda bangsa ini,di tangannya lah masa depan bangsa ini dipertaruhkan.
Mahasiswa pergerakan bukanlah orang-orang yang diam. Tetapi adalah orang-orang yang selalu bergerak menuju perubahan yang lebih baik. Selalu berjuang sebagai penyambung lidah rakyat dengan pemerintah. Memperjuangkan kepentingan rakyat dan mengontrol perilaku para birokrat. Tidak akan menerima semua bentuk ketidakadilan. Selalu bergerak melakukan perubahan tidak diam dalam keterpurukan. Mereka adalah kumpulan orang-orang yang tidak hanya terikat oleh persamaan ideologi, tetapi juga karena mempunyai visi dan misi perjuangan yang sama. Mereka bukanlah kumpulan orang-orang yang suka mengalah demi menjaga persatuan dan kebersamaan dalam perjuangan, tetapi mereka adalah orang-orang yang berani mengambil resiko perpecahan demi mempertahankan arah perjuangan dan nilai-nilai pergerakan. Karena sesungguhnya persatuan dalam kesalahan adalah ibarat laron yang keluar dari sarangnya.
Mahasiswa pergerakan adalah para mahasiswa yang berjiwa militansi tinggi, bersikap kritis dan berani. Perjuangan adalah hidupnya dan ketakutan adalah kekalahanya. Mereka selalu berusaha untuk menjalankan amanah yang dipikulkan oleh rakyat kepada mereka. Bahkan mereka akan terus memperjuangkan kepentingan rakyat ealaupun setelah dia tidak lagi menjadi seorang mahasiswa.