Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Senin, 06 Desember 2010

AGAMA TAK BISA DILOGIKA?

Oleh: Muhammad Syafiq Najmuddin

Selama ini kita selalu dijejali dengan dogma-dogma yang menjadikan kita budak-budak dalam agama. Kita harus mematuhi semua yang diajarkan di dalam suatu agama tertentu – agama islam bagi penulis – tanpa mengetahui alasan maupun tujuan dari semua dogma atupun doktrin yang diajarkan kepada kita. Jika kita mempertanyakannya, apalagi sampai kita melanggarnya kita akan mendapat predikat ahli bid’ah, munafik, kafir. Tidak menutup kemungkinan juga kita akan mendapat perlakuan kasar. Karena, bagi mereka agama itu “tidak bisa dilogika”.
Benarkah agama tidak bisa dilogika? Jika agama tidak bisa dilogika maka benar apa yang dikatakan Marx bahwa agama itu “Candu”. Agama hanya menjadi pelipur lara dan tempat manusia berpasrah diri – bahasa lain menyerah – kepada Tuhannya. Tempat para manusia lari dari realitas kehidupan yang sulit. Tempat manusia berkeluh kesah dan mengharap solusi yang dating dari langit. Dan lebih parah, agama akan selalu menjadi legitimisi sebuah hegemoni kekuasaan yang buruk. Cukup dengan berkata “ini perintah Tuhan” atau “ini larangan Tuhan” maka legitimasi didapatkan oleh mereka yang ingin mendapatkan pembenaran dari apa yang akan atau sudah dia lakukan, walaupun perbuatannya tidak bisa diterima oleh akal sehat.
Jika demikian yang terjadi maka agama harus buang jauh-jauh dari kehidupan umat manusia. Karena agama hanya akan semakin menyesatkan manusia. Agama yang tidak rasional, tidak bisa dilogika adalah tak lebih dari sampah busuk yang harus dimusnahkan. Semua dogma dan doktrin yang muncul dari agama haruslah bisa berimplikasi tidak hanya di akhirat tetapi juga berimplikasi positif di dunia. Agama tidak boleh menjadikan manusia individualis bahkan anarkis, agama harus bisa menciptakan dimensi keadilan bagi kehidupan umat manusia.
Selama ini janji kehidupan akhirat bagi saya tak lebih seperti obat sakit kepala dan kehidupan yang sulit pemeluknya adalah sakit kepalanya. Jika pemeluknya sakit kepala maka mereka akan minum obat itu, jika mereka sudah sembuh mereka akan melupakannya, jika mereka sakit lagi maka mereka akan memakannya kembali. Sehingga pada hakekatnya obat itu tidak bisa menyembuhkan penyakit sang penderita. Obat itu hanya menyembuhkan sementara saja.
Lihatlah realitas sekarang ini, para pemeluk agama yang taat selalu menjadi pecundang dalam kehidupannya. Mereka hanyalah para petani yang selalu diperas oleh para tengkulak, mereka hanyalah para kyai/ustadz yang selalu menjadi bulan-bulanan para politisi ketika moment pemilu tiba. Jika demikian yang terjadi, maka untuk apa selama ini agama ada? Atas nama agama lah para manusia saling membunuh, kebencian menyebar di mana-mana., Antar pemeluk agama saling membununh, lihatlah tragedi perang salib, holocaust, Poso, Ambon, dan masih banyak tempat lainnya. Mereka semua selalu berdalih pembunuhan yang mereka lakukan selalu atas perintah Tuhan.
Semua itu terjadi karena para pemeluk agama selalu menjalankan agamanya tanpa akal sehat, semua hanya didasarkan pada taqlid yang membabi buta. Ya bagi mereka untuk apa menggunakan akal sehat, toh agama tidak bisa dilogika, jadi asal ada teks “suci” atau fatwa berarti semua tindakan yang akan/sedang/sudah dilakukan berarti mendapat pembenaran. Dan sekali lagi, agama di sini tak lebih dari sekedar “candu” bagi masyarakat.

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan Bagi Sahabat-sahabat Yang Ingin Sedikit menuangkan pernyataan dan pertanyaan...! :)