Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Senin, 13 Desember 2010

Anjing dan Babi (Episode 2)


Anjing: Bab, kasian lho y...

Babi: Emang knp?

Anjing: jadi makanan manusia... liat donk guwe disayang sama mereka...

Babi: ah g papa... dr pada jadi loe... ANJING...

Anjing: maksud loe?

Babi: loe g marah dikasih nama pke nama manusia? manusia sj marah klo mereka dikasih nama anjing.

Anjing: @#!?^*:

Senin, 06 Desember 2010

Terimakasih untuk Setan


(catatan ini dibuat untuk menhormati sang guru sejati penulis atas semua jasanya yang telah memberikan banyak sekali pelajaran berharga dalam hidup penulis)



Di saat manusia-manusia angkuh yang merasa suci terus mengutuk semua tindakan setan sang guru sejati, justru beliau semakin istiqomah untuk menjalankan tugas sucinya, yaitu menyesatkan umat manusia. dan dari beliaulah saya belajar tentang arti keistiqomahan.



Di saat manusia terpecah belah karena egoisme dan rasa ingin menang sendiri, justru beliau semakin mempererat persatuan dengan saudara-saudara mereka dalam menjalankan tugas sucinya, yaitu menyesatkan umat manusia. dan dari beliaulah saya belajar tentang arti persatuan.



Di saat manusia saling mendahului dan saling menghancurkan demi kepentingan diri sendiri, justru setan saling memberi kesempatan dan saling membantu untuk menyesatkan umat manusia. dan dari beliaulah saya belajar tentang tenggang rasa dan gotong royong.



Di saat semua manusia saling membunuh atas nama keadilan dan atas nama Tuhan, justru setan semakin memperkokoh persaudaraan mereka demi tercapainya tujuan suci mereka, yaitu menyesatkan umat manusia. dan dari beliaulah saya belajar tentang perdamaian dan persaudaraan.



Di saat manusia melalaikan Tuhan, ingkar kepada-Nya, menghianati janji-janjinya, justru setan semakin teguh memegang janjinya kepada Tuhan untuk menyesatkan manusia. dan dari beliaulah saya belajar menepati janji.



Di saat manusia tanpa rasa takut kepada Tuhan untuk mengingkari semua perintah-Nya dan justru melakukan hal-hal yang dilarang oleh-Nya, justru setan dengan berani dan enggan sujud kepada manusia yang 'angkuh' di saat semua malaikat sujud tanpa mau bertanya alasanya, setan juga dengan penuh janji neraka yang akan diberikan kepadanya kelak dengan penuh penghormatan memohon izin kepada Tuhan untuk menyesatkan umat manusia. dan dari beliaulah saya belajar tentang rasa takut dan keberanian.



Di saat manusia dengan kesombongannya terus berfikir tentang cara mengalahkan setan (yang jelas-jelas lebih cerdas dan luas pengetahuannya), setan justru semakin merasa benar akan penolakannya untuk tunduk kepada manusia. dan dari beliaulah saya belajar tentang kesombongan.

Anjing dan Babi


Anjing: bab, knp loe marah2?

Babi: iya nih njing,.

Anjing: knp? Baby: gini, td pagi guwe kn jalan2, ehh palah nyasar keperkampungan mnsia... nah disana guwe dilempari pake batu sambil diteriaki "Babi Busuk"

Anjing: lah loe kan emang bau busuk?

Baby: y tahu, tp kn g perlu dibusuk2in... lgian pa slah guwe coba? guwe kn cuma lewat, lgian tu jg gara2 nyasar... dn jg guwe g pernah tu nglempari manusia pke batu waktu dia ngrusak kampung guwe...

Anjing: y iya lah GOBLOG... loe kn g pny tangan...

Babi: loh loe ko' nggoblog2in guwe?

Anjing: krn loe goblog

Babi: dasar ANJING loe...

Anjing: loe ko loe ngatain guwe ANJING?

Babi: lah nama loe kn emang anjing?

Anjing: guwe emang anjing, tp g perlu dianjing2in...

AGAMA TAK BISA DILOGIKA?

Oleh: Muhammad Syafiq Najmuddin

Selama ini kita selalu dijejali dengan dogma-dogma yang menjadikan kita budak-budak dalam agama. Kita harus mematuhi semua yang diajarkan di dalam suatu agama tertentu – agama islam bagi penulis – tanpa mengetahui alasan maupun tujuan dari semua dogma atupun doktrin yang diajarkan kepada kita. Jika kita mempertanyakannya, apalagi sampai kita melanggarnya kita akan mendapat predikat ahli bid’ah, munafik, kafir. Tidak menutup kemungkinan juga kita akan mendapat perlakuan kasar. Karena, bagi mereka agama itu “tidak bisa dilogika”.
Benarkah agama tidak bisa dilogika? Jika agama tidak bisa dilogika maka benar apa yang dikatakan Marx bahwa agama itu “Candu”. Agama hanya menjadi pelipur lara dan tempat manusia berpasrah diri – bahasa lain menyerah – kepada Tuhannya. Tempat para manusia lari dari realitas kehidupan yang sulit. Tempat manusia berkeluh kesah dan mengharap solusi yang dating dari langit. Dan lebih parah, agama akan selalu menjadi legitimisi sebuah hegemoni kekuasaan yang buruk. Cukup dengan berkata “ini perintah Tuhan” atau “ini larangan Tuhan” maka legitimasi didapatkan oleh mereka yang ingin mendapatkan pembenaran dari apa yang akan atau sudah dia lakukan, walaupun perbuatannya tidak bisa diterima oleh akal sehat.
Jika demikian yang terjadi maka agama harus buang jauh-jauh dari kehidupan umat manusia. Karena agama hanya akan semakin menyesatkan manusia. Agama yang tidak rasional, tidak bisa dilogika adalah tak lebih dari sampah busuk yang harus dimusnahkan. Semua dogma dan doktrin yang muncul dari agama haruslah bisa berimplikasi tidak hanya di akhirat tetapi juga berimplikasi positif di dunia. Agama tidak boleh menjadikan manusia individualis bahkan anarkis, agama harus bisa menciptakan dimensi keadilan bagi kehidupan umat manusia.
Selama ini janji kehidupan akhirat bagi saya tak lebih seperti obat sakit kepala dan kehidupan yang sulit pemeluknya adalah sakit kepalanya. Jika pemeluknya sakit kepala maka mereka akan minum obat itu, jika mereka sudah sembuh mereka akan melupakannya, jika mereka sakit lagi maka mereka akan memakannya kembali. Sehingga pada hakekatnya obat itu tidak bisa menyembuhkan penyakit sang penderita. Obat itu hanya menyembuhkan sementara saja.
Lihatlah realitas sekarang ini, para pemeluk agama yang taat selalu menjadi pecundang dalam kehidupannya. Mereka hanyalah para petani yang selalu diperas oleh para tengkulak, mereka hanyalah para kyai/ustadz yang selalu menjadi bulan-bulanan para politisi ketika moment pemilu tiba. Jika demikian yang terjadi, maka untuk apa selama ini agama ada? Atas nama agama lah para manusia saling membunuh, kebencian menyebar di mana-mana., Antar pemeluk agama saling membununh, lihatlah tragedi perang salib, holocaust, Poso, Ambon, dan masih banyak tempat lainnya. Mereka semua selalu berdalih pembunuhan yang mereka lakukan selalu atas perintah Tuhan.
Semua itu terjadi karena para pemeluk agama selalu menjalankan agamanya tanpa akal sehat, semua hanya didasarkan pada taqlid yang membabi buta. Ya bagi mereka untuk apa menggunakan akal sehat, toh agama tidak bisa dilogika, jadi asal ada teks “suci” atau fatwa berarti semua tindakan yang akan/sedang/sudah dilakukan berarti mendapat pembenaran. Dan sekali lagi, agama di sini tak lebih dari sekedar “candu” bagi masyarakat.

Minggu, 16 Mei 2010

Otokritik

Kenapa tidak ada yang melakukan kritik secara terbuka - karena tidak menutup kemungkinan kritik tidak dilakukan secara terbuka - kepada kita dalam bentuk apapun? Entah tulisan atau yang lainya? Apakah karena kita memang sudah sangat sempurna sehingga tidak ada satupun yang perlu dikritisi dari kebijakan kita baik di intern organisasi maupun ekstern organisasi? Atau karena memang kita semua terlalu apatis? atau dengan kata lain "ahhh yang penting saya tidak dirugikan"? Atau sebenarnya ada yang ingin mengkritisi tetapi terlalu takut untuk melakukannya?
Menjawab pertanyaan yang pertama, apakah kita sudah sangat sempurna? Tentunya jawaban ini akan terlalu subjektif untuk dijawab. Jawaban yang diberikan tentunya akan sangat beragam, tergantung siapa yang berbicara, latar belakangnya, dan juga apa kepentingannya. Oleh sebab itu, mungkin untuk alasan yang pertama ini kurang masuk akal digunakan sebagai alasan untuk tidak mengkritik.
Yang kedua, Apakah kita terlalu apatis? Mungkin, alasan ini cukup masuk akal, karena banyak dari kawan-kawan kita cenderung bersikap masa bodoh, atau paling banter aktif berorganisasi tetapi hanya sebatas sebagai "buruh" yang tidak tahu apa-apa. yang penting kita aktif, punya kegiatan sehingga organisasi terlihat punya kegiatan, tanpa tahu apakah kegiatan itu sesua dengan visi misi, dan apakah kegiatan itu sesuai dengan kebutuhan.
Atau yang ketiga, mereka terlalu takut untuk melakukan kritik? Alasan ini mungkin ada benarnya juga. Di sinilah kita harus melakukan otokritik bersama, apakah selama ini "kita" terlalu arogan sehingga tidak ada yang berani untuk mengkritisi kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh "kita"? Baik yang mengkritisi itu kawan-kawan di luar organisasi kita atau bahkan orang yang ada di organisasi itu sendiri. Atau apakah mereka para pengkritik terlalu pengecut untuk melakukan kritik baik itu lewat tulisan ataupun yang lainnya?
Tak ada kritik dalam organisasi bukanlah sebuah hal yang menggembirakan, justru itu pintu bagi kemunduran atau bahkan kehancuran dalam sebuah organisasi. Kalau kita sudah merasa benar, sudah merasa pintar, sudah merasa sempurna sehingga kita tidak perlu ada kritik keada kita, lalu buat apa kita belajar di organisasi?
Wallahu a'lam Bishshowab.

Jumat, 19 Februari 2010

SARUNG CINTA (Episode Pertama: BASAH)

Siapa yg tdk benci kdp para penjajah? siapa yg suka dijajah? tentunya semua ingin hidup bebas dari penjajahan, begitu juga bangsa indonesia yg begithu kenyang dg yang namanya penjajahan.. Mbah2 kita dahulu berjuang mengorbankan jiwa, raga dan harta utk mendapatkan kemerdekaan.. Bahkan saking bencinya mbah2 kita kpd para penjajah sampe2 orang islam dilarang memakai celana oleh para Kyai... kata mbah Kyai santri itu harus pake sarung... jangan pake celana, "aja melu2 wong landa", nasehat si mbah kpd para santri dg penuh emosi, "man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum", lanjut si mbah menguatkan...

Tapi ya sudahlah... Kisah ini tdk menceritakan hal itu...

kisah ini di mulai tahun 1989 di desa Pamijen-Banyumas ketika seorang bayi laki2 mungil lahir kedunia dengan segala kelucuanya... tepatnya dibulan agustus... sayang tanggalnya dirahasiakan... tapi tak apalah... kita lanjut saja...

(Utk mempersingkat waktu)... 18 Tahun Kemudian...

Pukul 12 malam si Ahmad Namanya, duduk dg berselimut sarung kesayangannya dia bertarung dg bintang2 yg bertaburan di langit, siapa yg paling kuat bertahan utk saling menatap... "wah ko tambah banyak y...?" gerutu si Ahmad melihat bintang2 yg terus berdatangan seakan-akan matanya melotot dan segera meluncur ke arah Ahmad... Tapi Ahmad bukanlah orang yg mudah menyerah, dia tdk mau dikalahkan oleh bintang... Dia ingin membuktikan bahwa dia lebih kuat bertahan...

satu jam, dua jam berlalu... tapi bintang tak kunjung pergi, justru semakin banyak... padahal malam semakin sunyi dan nyanyian burung hantu berusaha dh kers utk menidurkan si Ahmad... Tapi sekali lagi dia adl orang yg pantang menyerah... Dia terus memandangi bintang2 sepanjang malam... Lantunan adzan Subuh nan merdu dari Man Ruri pun tak dihiraukannya lagi, Matanya tak mau berkedip khawatir dia tak melihat kalo2 ada bintang yg kabur, mulutnya tertutup rapat dan telinganya tetap bersiaga jangan2 para bintang berbisik2 utk berbuat curang...

Hingga akhirnya sang fajar menampkan kegarangannya hingga para bintang pun pergi saking takutnya... Pikir si Ahmad... dia kemudian berbaring dan dan dg senyum mengejek berkata, "kemana teman2mu?" tanya si Ahmad kpd bintang yg sendirian karena ditinggal pergi teman2nya... "hahahaha, sampai kapan kau akan bertahan disitu?" ejek Ahmad... waktu terus berjalan dan sang mentari semakin menampakan kesangarannya, sang bintang pun akhirnya juga, mungkin karena tak tahan dg panasnya...

Sambil tersenyum sinis, "akulah sang pemenang"... dia berteriak dalam hati hingga urat2 yg tengah tertidurpun terkejut bukan kepalang... dan ....... Byuuuurrrrrrrrr.... "SHALATTTTTTTTTTTTTTTTTT".... Teriak Ibu Ahmad sambil membawa ember yg sudah kosong... dan, BASAH...

Kamis, 18 Februari 2010

BELAJAR...!


Aku belajar dari bangsa China tentang Keuletan...

Aku belajar dari bangsa Jepang tentang Kesetiaan...

Aku Belajar dari Bangsa Romawi tentang ambisi dan kekuasaan...

Aku belajar dari bangsa Mongol tentang kekejaman dan keberanian...

Aku belajar dari bangsa Eropa tentang Penindasan dan Kebebasan...

Aku belajar dari bangsa Yunani tentang Kebudayaan...

Aku belajar dari bangsa Afrika tentang Ketidakadilan...

Dan aku belajar pada bangsaku sendiri tentang Kemunafikan...

Rabu, 17 Februari 2010

Kisah si Tikus


Kenapa tikus dari dahulu sampai hari ini menjadi makanan kucing? Kenapa dari generasi ke generasi tikus tidak bisa menemukan sebuah solusi agar tidak lagi menjadi makanan kucing? apakah karena para tikus memang bodoh atau kucing yang terlalu pintar? Atau ada jawaban lain?

Al Kisah (Jangan tanyakan keshahihan cerita ini, karena kemungkinan tidak shahih)...
Diceritakan Pada zaman dahulu tikus mengadakan sebuah pertemuan besar-besarm yang bertujaun untuk menghetikan kekejaman kucing yang selalu memangsa mereka... hampir semua kucing dari berbagai ras berkumpul baik tua ataupun muda... Mereka semua serius mencari sebuah solusi untuk menghentikan kekejaman para kucing...

Lalu ada seekor tikus yang mengajukan usul,"bagaiman jika kita melakukan perlawanan dan membunuh para kucing?", kemudian seekor tikus bertanya, "bagaimana caranya? kita terlalu lemah untuk menghadapi mereka?" karena tidak ada yang bisa menjawab akhirnya usul itu ditolak...

Kemudian ada seekor tikus muda yang cerdas memberikan usul, "bagaimana jika kita menaruh lonceng di leher kucing sehingga saat mereka mendekat akan terdengar suara lenceng tersebut?" Usul yang bagus itu diterima dengan suara bulat, tapi tiba-tiba ada seekor tikus tua yang bertanya, "lalu siapa yang akan menaruh lonceng itu di leher kucing tersebut?" Ternyata tidak ada seekor tikuspun yang berani...

Akhirnya pertemuan itupun berakhir tanpa hasil, dan sampai hari ini para tikus tetap menjadi mangsa para kucing.. kasian...

(Sebuah pelajaran berharga, perjuangan selalu membutuhkan pengorbanan, jika tidak berani berkorban janganlah mengharapkan suatu perubahan)

Sepakat...! Hilangkan Semester Pendek (SP)


Kebijakan yang sangat tepat menurut saya telah diambil pihak Kampus STAIN Purwokerto dengan menghapuskan program semester pendek (SP). tetapi sayangnya kebijakan itu sedang diperjuangkan kembali oleh sebagian atau bahkan mungkin sebagian besar kawan-kawan mahasiswa. mungkin yang menjadi pertanyaan adalah kenapa justru saya mendukung penghapusan SP disaat sebagian besar kawan2 mahasiswa bahkan mereka yang duduk Lembaga Kemahasiswaan berusaha agar SP diadakan kembali.

Banyak sekali alasan yang membuat saya tidak sepakat dengan diadakannya program SP... Pertama, Diadakannya program SP adalah sangat menciderai semangat pendidikan sebagai sbuah proses. mereka mengambil program SP rata2 beralasan, jika tidak untuk mempercepat perkuliahan maka untuk memperbaiki nilai mereka yang jelek dg cara yg cepat. tentu hal ini tidak sejalan dengan semangat pendidikan itu sendiri, pendidikan telah dianggap hanya sebagai sebuah instrumen untuk meraih tujuan pragmatis saja... pendidikan sudah tidak lagi dihargai sebagai sebuah proses... Yang memprihatinkan adalah program ini semakin mengarahkan kawan-kawan mahasiswa untuk terjerumus pada paradigma yang pragmatis di mana yang penting bukanlah apa yang didapatkan selama perkuliahan, tetapi berapa nilai yang mereka dapat... Dan sekali lagi ini sangat menciderai semangat pendidikan... Kedua, program SP ini dimanfaatkan oleh oknum dosen untuk mengeruk keuntungan finansial dari program ini. dan parahnya, kawan-kawan peserta SP pun tidak merasa risih dengan ini, justru senang-senang saja asal nilai yang didapat bagus...

Kisah yang cukup membuat saya tertawa geli adalah ketika diadakan audiensi kawan-kawan mahasiswa yang duduk LK dengan pihak Kampus yang salah satunya membahas tentang program semester pendek, ternyata antara pihak kampus dan kawan-kawan mahasiswa berbeda pendapat tentang tujuan diadakanya SP. Jika pihak kampus dulunya mengadakan SP bertujuan untuk akselarasi tetapi karena banyak disalah gunakan, seperti untuk proyek oknum dosen dll sehingga akhirnya dihapus, maka kawan-kawan yang hadir pada waktu itu justru memperjuangkan adanya SP agar bisa memperbaiki nilai-nilai mereka yang jelek.. Yang membuat saya tertawa geli dan terheran-heran adalah alasan yang mereka semua keluarkan menurut pendapat saya tidak ada satupun yang sesuai dengan semangat pendidikan sebagai sebuah proses...

Jika proses pendidikan hanya dimaknai sebatas untuk mendapatkan nilai, maka universitas telah kehilangan kelaminya yang dulunya merupakan tempat untuk mencari kebenaran, dan tak ada bedanya dengan lembaga-lembaga kursus. Jika ada yang mengatakan seluruh mahasiswa STAIN Purwokerto mendukung diadakan kembali program SP maka saya adalah orang yang akan menentangnya.

Senin, 15 Februari 2010

Islam Yang Membebaskan


"Bagi saya manusia tidak dibedakan antara mereka yang beriman dan mereka yang ateis,tetapi dibagi antara mereka yang tertindas dan mereka yang menindas,antara mereka yang mempertahankan tatanan masyarakat yang tidak adil ini dengan mereka yang berjuang demi tegaknya keadilan" Frei Betto

Sungguh ironis, Orang Islam sekarang hanya terjebak pada perdebatan pinggiran yang bersifat ritualistik dan formalistik. Pintu ijtihad dianggap telah tertutup dan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari urusan teologi sampai masalah fiqih selalu merujuk kepada Ulama-ulama abad pertengahan - secara membabi buta tanpa sikap kritis- seakan-akan kehidupan masyarakat dahulu sama dengan masyarakat sekarang yang hidup di bawah bayang-bayang sistem yang menindas. Ada juga mereka yang selalu mengatakan mengikuti Al Qur'an dan Sunah Nabi, tetapi sebenarnya mereka merujuk pada Ulama-ulama tertentu juga.
Setiap hari Umat Islam hanya dijejali dengan dogma-dogma tentang "Surga dan Neraka". Padahal yang mereka butuhkan sekarang adalah tempat tinggal, makanan, pekerjaan, tanah, dan sebuah sistem yang adil yang tidak hanya menguntungkan segelintir kaum elit saja. Apalah artinya shalat atau melakukan kegiatan yg bersifat ritualistik jika mereka tetap bersifat acuh tak acuh terhadap kondisi di lingkungannya, atau bahkan merupakan salah satu dari mereka "kaum elit" yang berjasa dalam melanggengkan sistem yang sangat "menghisap" rakyat miskin.
Orang-orang yang kelaparan ini hanya diberi nasehat-nasehat usang yaitu "sabar" dan "banyaklah beribadah". Tetapi itu tidak menyelesaikan masalah mereka jika tatanan masyarakat yang tidak adil masih tetap kokoh berdiri di mana kekayaan terus terpusat kepada orang-orang "elit" yang kekayaannya adalah didapat dengan cara memeras tenaga para buruh dan petani. Manusia bukanlah sebuah wayang - seperti dogma yang diajarkan dari zaman bani Ummayyah yg hingga kini masih menjadi keyakinan yang dianut banyak umat Islam - yang tidak punya daya untuk melakukan sesuatu tanpa kehendak Tuhan. Manusia tidak boleh tunduk kepada sistem yang "menghisap" ini dengan mengatakan ini "takdir Tuhan".
Islam lahir dalam kondisi Makkah yang tengah berkembang menjadi sebuah pusat perdagangan yang penting, di mana orang-orang miskin, lemah, dan terlantar sudah tidak mendapat perlindungan lagi. Para pedagang terus memperkaya diri dengan melakukan berbagai cara, diantaranya adalah membuat sistem monopoli di kawasan mereka. Keadaan Makkah pada waktu itu tengah mengalami kebangkrutan moral. Kebangkrutan moral inilah yang menjadi alasan kenapa zaman sebelum Islam disebut "zaman jahiliyah". Bukan berarti orang-orang Arab adalah bangsa yang bodoh yang tak berpendidikan. Tetapi dikatakan jahiliyah karena mereka hidup tanpa "akhlak" yang kemudian diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Menurut Asghar, Dakwah Nabi Saw. pada masa-masa awal mendapat simpati dan dukungan dari para kaum "mustad'afin" karena dakwah revolusionernya tentang persamaan derajat, hak dan kewajiban. Dakwah revolusioner dengan kalimat Tauhid "Laa Ilaaha illallah", Nabi Muhammad Saw. tidak hanya menolak berhala-berhala yang ada, tapi juga menolak mengakui otoritas kepentingan yang berkuasa dan stuktur sosial yang ada pada masa itu. Jadi, penolakan para pedagang dan orang-orang yg berkuasa saat itu tidaklah sekedar masalah penolakan Nabi Saw. kepada berhala2 saja, tetapi terhadap gugatanya terhadap otoritas mereka dan struktur sosial yg ada.
Sudah saatnya Islam berpean sebagai sebuah kekuatan untuk membebaskan kaum mustad'afin dari penindasan kaum mustakbirin. Sudah saatnya Islam tidak hanya menjadi sebuah penenang rakyat yang lapar dengan cerita tentang "surga dan neraka". Islam harus mampu menghancurkan tirani yang ada sekarang ini, mulai dari pribadi hingga penguasa yg menindas. Jika tidak, maka benarlah apa yg dikatakan oleh Marx bahwa agama itu tidak lebih dari sekedar "Candu untuk Rakyat".

Wallahhu a'lam.