Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Jumat, 19 Februari 2010

SARUNG CINTA (Episode Pertama: BASAH)

Siapa yg tdk benci kdp para penjajah? siapa yg suka dijajah? tentunya semua ingin hidup bebas dari penjajahan, begitu juga bangsa indonesia yg begithu kenyang dg yang namanya penjajahan.. Mbah2 kita dahulu berjuang mengorbankan jiwa, raga dan harta utk mendapatkan kemerdekaan.. Bahkan saking bencinya mbah2 kita kpd para penjajah sampe2 orang islam dilarang memakai celana oleh para Kyai... kata mbah Kyai santri itu harus pake sarung... jangan pake celana, "aja melu2 wong landa", nasehat si mbah kpd para santri dg penuh emosi, "man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum", lanjut si mbah menguatkan...

Tapi ya sudahlah... Kisah ini tdk menceritakan hal itu...

kisah ini di mulai tahun 1989 di desa Pamijen-Banyumas ketika seorang bayi laki2 mungil lahir kedunia dengan segala kelucuanya... tepatnya dibulan agustus... sayang tanggalnya dirahasiakan... tapi tak apalah... kita lanjut saja...

(Utk mempersingkat waktu)... 18 Tahun Kemudian...

Pukul 12 malam si Ahmad Namanya, duduk dg berselimut sarung kesayangannya dia bertarung dg bintang2 yg bertaburan di langit, siapa yg paling kuat bertahan utk saling menatap... "wah ko tambah banyak y...?" gerutu si Ahmad melihat bintang2 yg terus berdatangan seakan-akan matanya melotot dan segera meluncur ke arah Ahmad... Tapi Ahmad bukanlah orang yg mudah menyerah, dia tdk mau dikalahkan oleh bintang... Dia ingin membuktikan bahwa dia lebih kuat bertahan...

satu jam, dua jam berlalu... tapi bintang tak kunjung pergi, justru semakin banyak... padahal malam semakin sunyi dan nyanyian burung hantu berusaha dh kers utk menidurkan si Ahmad... Tapi sekali lagi dia adl orang yg pantang menyerah... Dia terus memandangi bintang2 sepanjang malam... Lantunan adzan Subuh nan merdu dari Man Ruri pun tak dihiraukannya lagi, Matanya tak mau berkedip khawatir dia tak melihat kalo2 ada bintang yg kabur, mulutnya tertutup rapat dan telinganya tetap bersiaga jangan2 para bintang berbisik2 utk berbuat curang...

Hingga akhirnya sang fajar menampkan kegarangannya hingga para bintang pun pergi saking takutnya... Pikir si Ahmad... dia kemudian berbaring dan dan dg senyum mengejek berkata, "kemana teman2mu?" tanya si Ahmad kpd bintang yg sendirian karena ditinggal pergi teman2nya... "hahahaha, sampai kapan kau akan bertahan disitu?" ejek Ahmad... waktu terus berjalan dan sang mentari semakin menampakan kesangarannya, sang bintang pun akhirnya juga, mungkin karena tak tahan dg panasnya...

Sambil tersenyum sinis, "akulah sang pemenang"... dia berteriak dalam hati hingga urat2 yg tengah tertidurpun terkejut bukan kepalang... dan ....... Byuuuurrrrrrrrr.... "SHALATTTTTTTTTTTTTTTTTT".... Teriak Ibu Ahmad sambil membawa ember yg sudah kosong... dan, BASAH...

Kamis, 18 Februari 2010

BELAJAR...!


Aku belajar dari bangsa China tentang Keuletan...

Aku belajar dari bangsa Jepang tentang Kesetiaan...

Aku Belajar dari Bangsa Romawi tentang ambisi dan kekuasaan...

Aku belajar dari bangsa Mongol tentang kekejaman dan keberanian...

Aku belajar dari bangsa Eropa tentang Penindasan dan Kebebasan...

Aku belajar dari bangsa Yunani tentang Kebudayaan...

Aku belajar dari bangsa Afrika tentang Ketidakadilan...

Dan aku belajar pada bangsaku sendiri tentang Kemunafikan...

Rabu, 17 Februari 2010

Kisah si Tikus


Kenapa tikus dari dahulu sampai hari ini menjadi makanan kucing? Kenapa dari generasi ke generasi tikus tidak bisa menemukan sebuah solusi agar tidak lagi menjadi makanan kucing? apakah karena para tikus memang bodoh atau kucing yang terlalu pintar? Atau ada jawaban lain?

Al Kisah (Jangan tanyakan keshahihan cerita ini, karena kemungkinan tidak shahih)...
Diceritakan Pada zaman dahulu tikus mengadakan sebuah pertemuan besar-besarm yang bertujaun untuk menghetikan kekejaman kucing yang selalu memangsa mereka... hampir semua kucing dari berbagai ras berkumpul baik tua ataupun muda... Mereka semua serius mencari sebuah solusi untuk menghentikan kekejaman para kucing...

Lalu ada seekor tikus yang mengajukan usul,"bagaiman jika kita melakukan perlawanan dan membunuh para kucing?", kemudian seekor tikus bertanya, "bagaimana caranya? kita terlalu lemah untuk menghadapi mereka?" karena tidak ada yang bisa menjawab akhirnya usul itu ditolak...

Kemudian ada seekor tikus muda yang cerdas memberikan usul, "bagaimana jika kita menaruh lonceng di leher kucing sehingga saat mereka mendekat akan terdengar suara lenceng tersebut?" Usul yang bagus itu diterima dengan suara bulat, tapi tiba-tiba ada seekor tikus tua yang bertanya, "lalu siapa yang akan menaruh lonceng itu di leher kucing tersebut?" Ternyata tidak ada seekor tikuspun yang berani...

Akhirnya pertemuan itupun berakhir tanpa hasil, dan sampai hari ini para tikus tetap menjadi mangsa para kucing.. kasian...

(Sebuah pelajaran berharga, perjuangan selalu membutuhkan pengorbanan, jika tidak berani berkorban janganlah mengharapkan suatu perubahan)

Sepakat...! Hilangkan Semester Pendek (SP)


Kebijakan yang sangat tepat menurut saya telah diambil pihak Kampus STAIN Purwokerto dengan menghapuskan program semester pendek (SP). tetapi sayangnya kebijakan itu sedang diperjuangkan kembali oleh sebagian atau bahkan mungkin sebagian besar kawan-kawan mahasiswa. mungkin yang menjadi pertanyaan adalah kenapa justru saya mendukung penghapusan SP disaat sebagian besar kawan2 mahasiswa bahkan mereka yang duduk Lembaga Kemahasiswaan berusaha agar SP diadakan kembali.

Banyak sekali alasan yang membuat saya tidak sepakat dengan diadakannya program SP... Pertama, Diadakannya program SP adalah sangat menciderai semangat pendidikan sebagai sbuah proses. mereka mengambil program SP rata2 beralasan, jika tidak untuk mempercepat perkuliahan maka untuk memperbaiki nilai mereka yang jelek dg cara yg cepat. tentu hal ini tidak sejalan dengan semangat pendidikan itu sendiri, pendidikan telah dianggap hanya sebagai sebuah instrumen untuk meraih tujuan pragmatis saja... pendidikan sudah tidak lagi dihargai sebagai sebuah proses... Yang memprihatinkan adalah program ini semakin mengarahkan kawan-kawan mahasiswa untuk terjerumus pada paradigma yang pragmatis di mana yang penting bukanlah apa yang didapatkan selama perkuliahan, tetapi berapa nilai yang mereka dapat... Dan sekali lagi ini sangat menciderai semangat pendidikan... Kedua, program SP ini dimanfaatkan oleh oknum dosen untuk mengeruk keuntungan finansial dari program ini. dan parahnya, kawan-kawan peserta SP pun tidak merasa risih dengan ini, justru senang-senang saja asal nilai yang didapat bagus...

Kisah yang cukup membuat saya tertawa geli adalah ketika diadakan audiensi kawan-kawan mahasiswa yang duduk LK dengan pihak Kampus yang salah satunya membahas tentang program semester pendek, ternyata antara pihak kampus dan kawan-kawan mahasiswa berbeda pendapat tentang tujuan diadakanya SP. Jika pihak kampus dulunya mengadakan SP bertujuan untuk akselarasi tetapi karena banyak disalah gunakan, seperti untuk proyek oknum dosen dll sehingga akhirnya dihapus, maka kawan-kawan yang hadir pada waktu itu justru memperjuangkan adanya SP agar bisa memperbaiki nilai-nilai mereka yang jelek.. Yang membuat saya tertawa geli dan terheran-heran adalah alasan yang mereka semua keluarkan menurut pendapat saya tidak ada satupun yang sesuai dengan semangat pendidikan sebagai sebuah proses...

Jika proses pendidikan hanya dimaknai sebatas untuk mendapatkan nilai, maka universitas telah kehilangan kelaminya yang dulunya merupakan tempat untuk mencari kebenaran, dan tak ada bedanya dengan lembaga-lembaga kursus. Jika ada yang mengatakan seluruh mahasiswa STAIN Purwokerto mendukung diadakan kembali program SP maka saya adalah orang yang akan menentangnya.

Senin, 15 Februari 2010

Islam Yang Membebaskan


"Bagi saya manusia tidak dibedakan antara mereka yang beriman dan mereka yang ateis,tetapi dibagi antara mereka yang tertindas dan mereka yang menindas,antara mereka yang mempertahankan tatanan masyarakat yang tidak adil ini dengan mereka yang berjuang demi tegaknya keadilan" Frei Betto

Sungguh ironis, Orang Islam sekarang hanya terjebak pada perdebatan pinggiran yang bersifat ritualistik dan formalistik. Pintu ijtihad dianggap telah tertutup dan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari urusan teologi sampai masalah fiqih selalu merujuk kepada Ulama-ulama abad pertengahan - secara membabi buta tanpa sikap kritis- seakan-akan kehidupan masyarakat dahulu sama dengan masyarakat sekarang yang hidup di bawah bayang-bayang sistem yang menindas. Ada juga mereka yang selalu mengatakan mengikuti Al Qur'an dan Sunah Nabi, tetapi sebenarnya mereka merujuk pada Ulama-ulama tertentu juga.
Setiap hari Umat Islam hanya dijejali dengan dogma-dogma tentang "Surga dan Neraka". Padahal yang mereka butuhkan sekarang adalah tempat tinggal, makanan, pekerjaan, tanah, dan sebuah sistem yang adil yang tidak hanya menguntungkan segelintir kaum elit saja. Apalah artinya shalat atau melakukan kegiatan yg bersifat ritualistik jika mereka tetap bersifat acuh tak acuh terhadap kondisi di lingkungannya, atau bahkan merupakan salah satu dari mereka "kaum elit" yang berjasa dalam melanggengkan sistem yang sangat "menghisap" rakyat miskin.
Orang-orang yang kelaparan ini hanya diberi nasehat-nasehat usang yaitu "sabar" dan "banyaklah beribadah". Tetapi itu tidak menyelesaikan masalah mereka jika tatanan masyarakat yang tidak adil masih tetap kokoh berdiri di mana kekayaan terus terpusat kepada orang-orang "elit" yang kekayaannya adalah didapat dengan cara memeras tenaga para buruh dan petani. Manusia bukanlah sebuah wayang - seperti dogma yang diajarkan dari zaman bani Ummayyah yg hingga kini masih menjadi keyakinan yang dianut banyak umat Islam - yang tidak punya daya untuk melakukan sesuatu tanpa kehendak Tuhan. Manusia tidak boleh tunduk kepada sistem yang "menghisap" ini dengan mengatakan ini "takdir Tuhan".
Islam lahir dalam kondisi Makkah yang tengah berkembang menjadi sebuah pusat perdagangan yang penting, di mana orang-orang miskin, lemah, dan terlantar sudah tidak mendapat perlindungan lagi. Para pedagang terus memperkaya diri dengan melakukan berbagai cara, diantaranya adalah membuat sistem monopoli di kawasan mereka. Keadaan Makkah pada waktu itu tengah mengalami kebangkrutan moral. Kebangkrutan moral inilah yang menjadi alasan kenapa zaman sebelum Islam disebut "zaman jahiliyah". Bukan berarti orang-orang Arab adalah bangsa yang bodoh yang tak berpendidikan. Tetapi dikatakan jahiliyah karena mereka hidup tanpa "akhlak" yang kemudian diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Menurut Asghar, Dakwah Nabi Saw. pada masa-masa awal mendapat simpati dan dukungan dari para kaum "mustad'afin" karena dakwah revolusionernya tentang persamaan derajat, hak dan kewajiban. Dakwah revolusioner dengan kalimat Tauhid "Laa Ilaaha illallah", Nabi Muhammad Saw. tidak hanya menolak berhala-berhala yang ada, tapi juga menolak mengakui otoritas kepentingan yang berkuasa dan stuktur sosial yang ada pada masa itu. Jadi, penolakan para pedagang dan orang-orang yg berkuasa saat itu tidaklah sekedar masalah penolakan Nabi Saw. kepada berhala2 saja, tetapi terhadap gugatanya terhadap otoritas mereka dan struktur sosial yg ada.
Sudah saatnya Islam berpean sebagai sebuah kekuatan untuk membebaskan kaum mustad'afin dari penindasan kaum mustakbirin. Sudah saatnya Islam tidak hanya menjadi sebuah penenang rakyat yang lapar dengan cerita tentang "surga dan neraka". Islam harus mampu menghancurkan tirani yang ada sekarang ini, mulai dari pribadi hingga penguasa yg menindas. Jika tidak, maka benarlah apa yg dikatakan oleh Marx bahwa agama itu tidak lebih dari sekedar "Candu untuk Rakyat".

Wallahhu a'lam.